Minggu, 19 September 2010

Seorang Penuang

oleh Supriyanto pada 09 Agustus 2010 jam 2:09

Diletak garis garis tepian malam dimana ada sebuah keindahan dari jama'ah ditiap sholat malam. Kampun yang damai jauh dari bisingnya kota. Maka berdiri atas kemegahannya dilandasi arti sebuah saling menjaga. Suara timbaan demi timbaan dari penjaga masjid. Dengan keringat yang penuh guyuran.

Diapun telah selesai siapkan air wudhu. Kemudian dia memulai merapikan diri dan membersihkan diri. Diapun bersegera menyiapkan masjid dengan semangatnya. Selang waktu bedukpun tiba, ia pun bersegera mengumandangkan adzan. Seakan lengkingan suaranya menembus kepelosok pelosok desa.

Dia pun duduk dan menunggu jamaah dengan berdzikir, tiba tiba datang dari belakang.
"Malam Brata?''suara tegur Pak Haji Mahmud sambil menepuk bahunya Brata.
''Malam juga Pak Haji, silahkan Pak Haji menjadi iman!"dengan senyum dan sambil cium tangan Pak Haji , Bratapun beranjak berdiri untuk persilahkan.
''Makasih anakku dan biarkan bentar lagi agar para jama'ah datang!''jawab Pak Haji.
Keadaanpun tak selang lama mulai banyak jama'ah.

Dikeadaan itu tiba tiba suasana masjid menjadi sepi, seperti keadaan biasa maka Brata pun seperti biasa duduk duduk didepan masjid sambil menikmati bintang. Diapun tiba tiba tersentak kaget ada wanita yang menangis berlarian. Wanita itupun tampak kebingungan. Dan Brata dia bergegas untuk hampirinya, tiba tiba tanpa kenal dan bertanya wanita tersebut langsung memeluk Brata.
"Maaf mbak! Ada apa ini?"sambil bingung bagaimana Brata menjawab.
"Mas kunumpang didadamu sebentar, ku takut ,ku kalut, tak ada orang yang mengerti denganku''jawab wanita tersebut dengan mendekap Brata sambil menangis.
''Iya mbak ! Tapi jangan begini duduk dulu saja didepan masjid itu!"jawab Brata yang mencoba melepaskan pelukan wanita tersebut.
"Mas kamu mau temaniku tidak malam ini ku takut? Kubingung kemana lagi?''tanya wanita tersebut sambil menangis.
''Iya ! Tapi nama mbak siapa dan dari mana?"tanya Brata sambil usap air mata wanita tsb.
"Ku Ami ku dari kampung sebelah kujuga warga baru mas!"jawabnya sambil mulai meredam tangisan.

Merekapun saling bercengkrama dan akhirnya sudah hampir menjelang fajar. Maka di ajaknya Ami ke kontrakannya dibelakang masjid.
"Iya mbak tidur disini saja, maaf ya begini saya adanya!"ucap Brata sambil mempersilahkan Ami.
"Makasih mas ini saja kusudah senang"sahut Ami sambil mulai tersenyum.
Maka haripun mulai menjelang pagi. Bratapun mulai tidur lelap diatas tikar sambil kusap kusup terasa dingin. Sementara Ami hanya memandangnya yang mulai kasihan.

Pagipun telah mulai beranjak terang. Brata pun mulai terbangun, dan diapun tercengang.
"Astafirullah, mbak maaf jangan begini?"ucap Brata sambil kaget dan tercengang Ami memeluknya sambil tertidur pulas.
Diapun juga kaget sampai lupa menyiapkan air wudhu buat subuhan. Diapun lupa telah kesiangan.
''Maaf mas! Tadiku tak tega mas kedinginan sementara kudiatas mas ditikar lantai?"sahut Ami yg mulai terbangun.
Tiba tiba ada ketukan pintu dari luar.
"Tok! Tok! Tok! Brata?"suara ketok pintu dan panggil Pak Haji.
"Iya Pak Haji, Bentar!"jawab Brata yang mulai bergegas buka pintu.
"Kamu sakit Brata, loh siapa wanita itu?"tanya Pak Haji sambil menengok kedalam.
"Dia anak kampung sebelah''jawab Brata.
"Kamu tak kusangka , begini sudah kuanggap seperti anakku pergi dari sini dan bawa wanita binal itu!"teriakan Pak Haji sambil marah marah langsung usir Ami dan Brata.
"Bentar Pak kujelaskan!"sahut Brata.
"Pergi!!"sahut Pak Haji yang memang seakan sudah tidak lagi mau dengar penjelasan Brata.

Akhirnya Bratapun pergi keluar kampung entah dimana. Kemudian Pak Hajipun hanya mulai menyesal melihat masjidnya tak terurus dan makin sepi karena tak ada yg mau jadi pengurus ataupun mengambil air wudhu. Pak Hajipun mendengar dan tahu bahwa Brata menolong wanita itu. Semua didengar dari teman Brata yang tak sengaja melihat.

Maka dari itu salah siapa, keadaan atau ruang ataukah memang salahnya Pak Haji?
Semua ada salahnya dimana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar