Minggu, 19 September 2010

Renungan Sembilan(jika menyikapi daripada adanya selisih paham)
oleh Supriyanto pada 21 Juni 2010 jam 21:05
Ku berkata tentu tidak sepaham dengan gagas tiap masing orang. Kubertanya itupun belum tentu karena aku meminta jawab. Dikeadaan dan kadar lingkunganlah kadang orang terwujud dalam pikiran yang berbeda. Dimana pada kenyataannya manusia mengenal harga diri sebagai alasan.

Bukankah kita jelas diberi perkara untuk memilih dan menyikapi. Karena hal inilah jadi harga atau nilai diri. Belajar pada janji terhadap diri sendirilah jadi kekuatan terbesar dalam melakukan kehidupan.

Dibisikan tali kehidupan memang panas dengan harapan agar jadi orang yang berarti. Menjadikan arti dari dirilah manusia mampu mewujudkan kesejajaran pada tali kasih. Sepertinya kita kadang juga mengotot pada ego kita sendiri. Lalu buat apa yang dipaksakan ataupun dikeraskan kalau ujungnya hanyalah kemarahan dan caci yang menjadikan kita seakan jadi rimba.

Letak pada gagas pemikiran inilah terkadang manusia itu lupa pada apa nilai harga diri itu. Jelas kita adanya satu dan sejajar dengan orang lain. Seakan membicarakan hak tentu saja kita tahu mengapa, bukan karena kita kemana. Dari mengapa kitapun akan tau dari kewajiban atau apa yang menjadi hak itu sendiri. Lalu kalau bilang kemana kadang kita lupa pada apa yang ada saat kita memulai. Disini jadi lupa pada berdirinya diri menjadikan ego yang kadang telah diberi akan hak itu sendiri.

Wujud wujud daripada semua yang ada dalam diri tidak akan lepas dari lingkungan dan waktu. Mengajarkan pada suatu kesempatan bagaimana telah ada dalam melakoni wujud dari berkah atas waktu. Disisi lain ada kaca yang membiaskan dari arti adanya kita. Tanpa tersadar semua punya peranan dalam membawa diri. Karena itulah jangan lah jadi orang yang mengganggap harga diri penting. Akan tetapi mencuat pada harga dari pada keberadaan orang lain sebagai kewajiban yang menghasilkan hak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar